Perdagangan dan Mobilitas Faktor Produksi antar Wilayah
Dalam Ilmu
Ekonomi Regional, analisa tentang perdagangan, mobilitas barang dan faktor
produksi memegang peranan sangat penting sesuai dengan kenyataan bahwa
mobilitas barang dan faktor produksi dalam negeri lebih sempurna dibanding
dengan mobilitas internasional.
Perdagangn
biasanya terdapatt bea masuk (tarif) dan pembatasan impor (Impor Restriction),
dalam perdagangan antar wilayah tidak ada pembatasan. Mobilitas barang dan
faktor produksi antar wilayah lebih lancar dibandingkan mobilitas internasional.
Dalam Ilmu
Ekonomi Regional bahwa mobilitas barang dan faktor produksi antar wilayah lancar (mobile) sedangkan dalam
Ilmu Ekonomi Internasional adalah sebaliknya yaitu tidak lancar (Immobile).
1.
Model
Mobiltas Antarwilayah
Terdapat 2
model dasar yang melandasi anallisa tentag mobilitas barang dan faktor produksi
antar wilayah.
·
Model keuntungan komparatif (comparative
advantage) yaitu model klasik yang dipelopori oleh David Ricardo dan di
modernisir oelh Hecker dan Ohlin. Model ini mengasumsikan bahwa mobilitas
sumber daya antar wilayah adalah tidak lancar (Immobile).
·
Model Mobilitas Sumber Daya (Resources Mobility) yang analisanya pada
perbedaan harga barang dan faktor produksi antar wilayah yang merupakan faktor
pendorong terjadinya mobiitas.
a.
Model Keuntungan Komparatif
Prinsip dasar pada model ini adalah
apabila mobilitas sumberdaya (faktor produksi) antar wilayah tidak lancar, maka
masyarakat akan lebih diuntungkan bila memfokuskan pada kegiatan produksi yang
wilayahnya dapat memproduksi dengan biaya relatif lebih murah (efisien)
dibandingkan wilayah lain.
Relatif murahnya biaya produksi
ditentukan oleh harga faktor produksi yang berlaku pada wilayah tersebut.
Sedangkan perbedaan harga faktor produksi antar wilayah ditentukan oleh
“tingkat kandungan relattif faktor produksi” yang dimiliki setiap wilayah.
Relatif rendahnya biaya produksi
memungkinkan wilayah tersebut menetapkan harga hasil produksi yang lebih murah
dibandingkan wilayah lainnya.
Perbedaan harga ini memungkinkan wilayah
ini untuk menjual produknya ke wilaya lain dimana harga barang yang sama
relatif tinggi. Perbedaan harga ini selanjutnya akan mendorong kegiatan
perdagangan antar wilayah yang menguntungkan kedua belah pihak. Bahwa
perdagangan antar wilayah terjadi karena adanya perbedaan keuntungan
komparatif secara relatif.
Berdasarkan prinsip tersebut, wilayah
yang relatif terbelakang dan didominasi oleh kegiatan pertanian akan lebih
diuntungkan bila fokus pada kegiatan produksinya dan menjual hasil produksinya
kepada wilayah maju. Sebaliknya wilayah yang relatif lebih maju dan kegiatan
ekonominya didominasi kegiatan industri dan dapat memproduksi barang-barang
hasil produksi sektor industtri akan diuntungkan juga bila menjual hasil
produksinya ke wilayah agraris.
Tabel ilustrasi prinsip dasar keuntungan
komparatif
Model Keuntungan Komparatif menurut
penjelasan Dlair (1991) sebagai contoh dapat dilihat pada tabel diatas.
Misalnhya terdapat 2 wilayah, wilayah 1 merupakan daerah terbelakang yang
menghasilkan produk peranian, sedangkan wilayah 2 merupakan daerah maju yang
menghasilkan produk sektor industri.
Biaya yang diperlukan oleh wilayah 1
untuk menghasilkan bahan makanan adalah 1 unit sedangkan utuk produk industri
menjadi 2 unit, sedangkan untuk wilayah 2
adalah 3 unit biaya yang diperlukan untuk menghasilkan makanan dan 4
unit untuk menghasilkan produk sektor industri.
Berdasarkan perbandingan biaya produksi
tersebut dapat dihitung opportunity cost untuk masing-masing wilayah Wilayah 1
akan mempunyai opportunity cost sebesar ½ unit untuk memproduksi bahan makanan
dan 2 unit untuk produk sektor industri. Sebaliknya wilayah 2 mempunyai
opportunity cost sebesar ¼ unit untuk memproduksi bahan makanan da 4/3 unit
untuk memproduksi barang-barang sektor industri
Perbandingan ini maka wilayah 1
menguntungkan bila memprioritaskan kegiatan produksinya pada bahan makanan dan
wilayah 2 pada produk sektor industri.
Untuk memperlihatkan manfaat spesialisasi
produksi dan perdagangan antar wilayah, perlu membandingkan produksi dan
konsumsi pada wilayah 1 sebelum maupun sesudah adanya perdagangan. Apabila
kegiatan perdagangan belum ada, maka upah riil untuk satu hari kerja pada
wilayah 1 diperkirakan sama dengan 1 unit makanan atau setengah unit barang
hasil produksi industri.
Upah riil pada wilayah 2 menjadi 1/3 unit
makanan atau ¼ unit barang hasil produksi industri. Misalnya pada wilayah 1
tersedia 6 juta jam kerja buruh, maka kurva kemungkinan produksi akan akan
terlihat pada grafik dibawah ini. Apabila tidak ada kegiatan perdagangan, maka
titik produksi dan konsumsi tergantung pada pilihan yang dilakukan oleh
individu di wilayah 1. Misalnya mereka memilih memproduksi 4 juta unit makanan
dan 1 juta unit barang hasil produksi. Keadaan perdagangan belum terjadi,
jumlah produksi sekaligus mengindikasikan jumlah kemungkinan konsumsi.
Apabila perdagangan antar wilayah terjadi
dan ongkos angkut antar wilayah sementara dianggap tidak ada, maka harga
relatif pada wilayah 1 akan sama dengan wilayah 2. Alasannya adalah konsumen
akan membeli barang yang lebih murah harganya. Karena harga barrang hasil
produksi industtri biasanya lebih mahal dari makanan pada wilayah 1 maka
pedagang akan membawa barang kewilayah 2 yang harganya lebih tinggi. Akibatnya
harga pada wilayah 1 juga cenderung naik karena jumlah penawaran menjadi
berkurang. Dengan demikian dalam jangka panjang akan cenduerung terjadi penyaan
harga antar wilayah (price equalization).
Keuntungan yang dihasilkan akan diperoleh
kedua wilayah sebelum terjadi perdagangan kurva kemugkinan produksi (KKP) akan
sama dengan kurva kemungkinan konsumsi (KKK), setelah terjadi perdagangan maka
KKP lebih tinggi dari KKK.
Dimisalkan wilayah 1 menggunakan sumber
daya yang dimilikinya untuk memproduksi 6 juta unit makanan dan 2 juta unit unntuk
diperdagankan dengan barang hasil industri. Jumlah hasil produksi yang dibeli
dengan makanan tergantung pada Term of Trade (ToT) yang memperlihatkan
perbandingan harga dari kedua barang tersebut.
b.
Model Mobilitas Faktor Produksi
Dalam keadaan mobilitas sumber daya antar
wilayah lancar, maka faktor produksi akan bergerak (pindah) menuju wilayah yang
dapat memberikan kompensasi lebih tinggi.
Dapat dianalisa dengan menggunakan grafik diatas. Misalnya
wilayah 1 dapat memberikan kompensasi yang lebih tinggi untuk penggunaan faktor
produksi dibandingkan dengan wilayah 2. Perbedaan tingkat kompensasi akan
mendorong mobilitas faktor produksi dan wilayah 1 menuju wilayah 2. Tetapi bila
kompensasi kemudian turun pada tingkat tertentu, dan mobilitas sumber daya
tersebut akan berhenti.
Perpindahan sumber daya diperkirakan akan
menguntungkan apabila nilai sekarang dari penerimaan yang akan diperoleh dimasa
mendatang di daerrah 2 dikurangi dengan biaya pemindahan melebihi nilai
sekarang dari penerimaan dimasa mendattang pada daerah 1. Untuk memberikan
insentif yang cukup untuk pindah, maka biaya pemindahan harus lebih rendah
dibandingkan nilai sekarang dari penghasilan bersih yang dapat dihasilkan
wilayah 2 dibandingkan dengan wilayah 1.
Grafik diatas memperlihatkan kurva
penawaran akan bergeser sehingga dapat menghasilkan harga sumberdaya yang sama
karena biaya pemindahan diasumsikan sangat kecil. Tetapi apabila pemindahan
biaya cukup besar, maka nilai sekarang dari perbedaan kompensasi selama jangka
waktu umur sumberdaya akan sama dengan biaya pemindahan dalam kondisi
keseimbangan (equilibriuum).
Bila hasil yang diperoleh di wilayah 2
yang tinggi akan mendorong sumberdaya tersebut untuk pindah dari wilayah 1 ke
wilayah 2. Apabila sumberdaya tersebut pindah dari daerah 1 ke 2, maka kurva
penawaran sumberdaya produksi akan bergeser ke kiri pada wilayah 1. Hasil yang
di peroleh darri penggunaan fakttor produksi diwilayah dengan nilai rendah akan
megalami peningkatan sementara wilayah dengan hasil yang tinggi akan mengalami
penurunan.
Model perpindahan faktor produksi pada
graffik diatas sebenarnya belum memperlihatkan pengaruh permintaan.
Kenyataannya, wilayah dengan harga faktor produksi tinggi dapat mendorong pemilik
faktor produksi untuk pindah ke daerah lain untuk mendapattkan hasil bersih
yang lebih besar. Ini berarti perpindahan unsur permintaan juga dapat
mengurangi perbedaan harga faktor produksi antar wilayah.
Misalnya tenaga kerja dan modal merupakan
faktor produksi utama. Tenaga kerja dapat dipindah dari berwilayah dengan
tingkat upah rendah kewilayah dengan tingkat upah tinggi, modal juga dapat
pindah dari wilayah dengan harga benda modal rendah ke wilayah dengan benda
modal tinffi guna mendapatkan keuntungan dari perbedaa harga faktor produksi.
c.
Model Perpindahan Penduduk dan Tenaga Kerja
Perpindahan penduduk dan tenaga kerja
antar wilayah juga merupakan fenomena umum yang dialami oleh satu wilayah. Hal
ini lazim dikenal sebagai perpindahan penduduk antar wilayah dalam suatu negara
(interregional Migration).
Dalam amalisa ekonomi migrasi, perbedaan
antara Model Equilibrium dan Model Disequilibrium adalah cukup penting.
Model Migrasi Disequilibrium didasarkan
pada asumsi terjadinya migrasi didorong oleh keuntungan dan kerugian uang
terdapat pada masing-masing wilayah. Sedangkan model equilibrium berpendapat
migrasi dapat terjadi apabila tingkat upah antar wilayah sama. Perpindahan
penduduk dan tenaga kerja dapat terjadi akibat dari perbedaan pola kehidupan
antar wilayah yang meliputi aspek : ketersediaan lapangan kerja, gaya hidup
masyarakat, budaya, agama, kondisi lingkungan, dan lainnya.
Haris-todaro model menjelaskan fenomena
perrpindahan penduduk yang umumnya terjadi di Negara sedang berkembang dimana
terdapat tendensi penduduk pindah ke daerah perkotaan walaupun tingkatt
pengangguran umumnya sudah cukup tinggi di daerah perkotaan. Model ini juga
memperlihatkan bahwa perbedaan upah buruh juga merupakan salah satu faktor
utama yang menentukan kecenderungan untuk melakukan migrasi.
Model ini menyimpulkan bahwa migrasi
antar daerah terjadi apabila tingkat upah sebenernya (actual wage) didaerah
assal lebih rendah dari tingkat upah yang diharapkan (expected wage) di daerah
tujuan. Sedangkan tingkat upah yang diharapkan dapat dihitung dengan jalan
mengalikan tingkat upah sebenernya dengan kemungkinan untuk mendapatkan
pekerjaan. Kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan adalah 1-U dimana U adalah
tingkat pengangguran. Para Migran dianggap mempunyai probabilitas yang sama
untuk mendapatkan pekerjaan dibandingkan dengan tenaga kerja yang telah berada
di daerah tersebut.
Model lain yang melakukan analisa
terhadap perpindahan penduduk antar daerah adalah model Gravitasi yang
dipeloporri oleh Walter Isard (1960). Diasumsikan bahwa migrasi antara 2
wilayah akan meningkat dengan jumlah penduduk wilayah bersangkutan dan menurun
sejalan dengan jarak antara kedua wilayah tersebut.
Seandainya Pa adalah penduduk yang
tinggal diwilayah A dan Pb adalah penduduk yang tinggal diwilayah B, dan jarak
antara kedua wilayah adalah Dab. Maka perpindahan penduduk dari wilayah A ke
wilayah B dapat di taksir dengan formula gravitasi sederhana sebagai berikut:
Mab = (PaPb)/Dab2
d.
Model Perpindahan Modal
Dalam kehidupan sehari-hari modal diartikan
sebagai uang atau kekayaan (assets) yang dapat diuangkan. Tetapi para ahli
ekonomi mendefinisikan modal sebagai barang yang diproduksi tidak untuk
dikonsumsi, tetapi digunakan sebagai input untuk produksi selanjutnya.
Modal dalam bentuk uang (Money Capital)
pada umumnya bersifat mobil antar daerah. Untuk tujuan menghasilkan produksi,
baik barang maupun jasa, modal biasanya dikombinasikan dengan faktor produksi
lainnya seperti tenaga kerja dan tanah.
Ada 3 jenis mobilitas modal
yaitu:
1. Modal
dalam bentuk uang dapat ditransfer dari wilayah ke wilayah lain untuk tujuan
pembiayaan kegiatan perdagangan barang dan jasa maupun untuk investasi.
2. Benda
modal dapat juga dipindahkan dari wilayah
ke wilayah lain walaupun dengan mobilitas yang terbatas.
3. Nilai
dari benda modal dapat berubah sebagai akibat dari penyusutan dan perubahan
lingkungan ekonomi.
Secara teoritis
modal dapat berpindah dari wilayah ke wilayah lain secara lancar apabila para
investor mempunyai informasi yang cukup dan perbedaan pengembalian investasi
antar daerah adalah sama.
Ketersediaan fasilitas
sosial ekonomi sangat menentukan pemilihan lokasi investasi baru. Sangat sulit
bagi seorang investor untuk melakukan investasi pada daerah apabila fasilitas
sosial ekonomi yang terdapat didaerah tersebut belum memadai. Dalam hal ini
sunk cost tidak relevan, karena biasanya investor mengambil keputusan
berdasarkan Marginal Cost dan Marginal Benefit.
Marginal Cost
dari pabrik yang telah didirikan akan lebih rendah dibandingkan dengan
mendirikan baru dilokasi lain.
e.
Penyebaran Teknologi dan Inovasi antar wilayah
Inovasi pada dasarnya adalah penerapan
ilmu pengetahuan untuk dapat menghasilkan produk baru yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi. Tidak hanya inovasi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi, kemampuan untuk meniru dan memperbaiki produk lain juga sangat
penting, artinya untuk mendorong kegiatan produksi dan perrtumbuhan ekonomi.
Biasanya inovasi cenderung berlokasi di
kota besar (metropolitan city) dimana terdapat cukup tenaga ahli dan prasarana
dansaran pendukung yang memadai. Inovasi juga cenderung tersebar (Spatial
Diffusion of technologu and Innovation) ke daerah perkotaan lainnya sesuai
dengan potensi daerah dan jenis teknologi yang digunakan seta produk yang
dihasilkan.
Banyak penjelasan yang logis mengapa
kota metropolitan cenderung mendominasi pengembangan teknologi dan inovasi. Penjelasannya
terfokus pada kebutuhan masyarakat yang bervariasi dan ketersediaan input yang
memadai seperti tenaga ahli dan sarana yang diperlukan untuk mengembangkan
teknologi dan inovasi tersebut. Tidaklah heran apabila kebanyakan pusat inovasi
dan pengembangan teknologi serta kegiatan Penelitian dan Pengembangan (Research
and Development) terdapat dikota metropolitan.
Dari sisi permintaan, masyarakat kota
besar mempunyai permintaan terhadap inovasi baru yang lebih besar karena
tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakat lebih tinggi sehingga kebutuhan
terhadap produk-produk baru berkualitas tinggi semakin besar.
Sedangkan dari sisi penawaran, berbagai
faktor juga ikut mendorong pengembangan teknologi dan inovasi dikota besar.
Penyebaran teknologi dan inovasi antar
wilayah biasannya dilakukan dalam 3 cara, yaitu :
1.
Tersebar kedaerah terdekat disekelilingnya.
2.
Dari suatu kota metropolitan ke daerah perkotaan lainnya.
3.
Dari kota besar menuju kota kecil sesuai dengan
hirarki daerah perkotaannya.
2. Implikasi Terhadap Pembangunan Regional
Untuk menempatkan kota metropolitan
sebagai lokasi pusat pengembangan teknologi dan inovasi da kemudian menyebar ke
kota yang lebih kecil, merupakan pusat analisa dari Teori Pentahapan
Pertumbuhan Ekonomi (Stages of Economic Growth) yang dikemukakan oleh Thompson
(1965) dan Jacob (1969). Proses penyebaran teknologi dan inovasi menyatu dengan
tendensi pertumbuhan produksi sesuai dengan siklus kehidupan produk (Product
Life Cycle). Proses penyebaran ini secara umum digambarkan pada grafik siklus
Hidup Perusahaan Industri diatas mengikuti siklus waktu pengembangan produk.
Mengikuti pola siklus kehidupan industri
tersebut, maka kota metropolitan akan cenderung menjadi lokasi kegiatan
produksi pada tahap awal. Pada tahap ini kegiatan lebih banyak dilakukan dalam
bentuk penciptaan produk dan pengembangannya berikut pengembangan dan
pemantapan penggunaan teknologi teknologi produksi. Proses ini berjalan sampai
kegiatan produksi tumbuh cepat dengan penggunaan teknologi bersifat rutin
(tahap Mature Product), maka lokasi akan berkembang ke daerah perkotaan yang
lebih kecil.
Comments
Post a Comment